Langsung ke konten utama

Hallo, ijin bertanya ya?

Definisi Bertanya, Bagaimana Menurut Anda?

Pernah dengar kalimat ini, “ Malu bertanya, sesat di jalan.”

Bukan hanya pernah  lagi, bahkan sering banget malahan. Itu menandakan bahwa kita (baca: saya) diharuskan bertanya ketika tidak tahu. Pertanyaan yang diajukan tidak melulu mengenai  Jl.  Kebon Jeruk atau Jl. Batu Raden ya, pertanyaan yang semua diakhiri dengan tanda tanya atau nada tanya.

Kendati demikian, tidak semua orang mau memperlakukan pertanyaan dengan sopan. Terutama seseorang yang diberi pertanyaan. Tambah lagi, tentang hal yang yang berkaitan  dengan ilmu.



Aktivitas bertanya juga terkadang diabaikan oleh beberapa orang yang sebenarnya menyimpan segudang permasalahan. Rasa ‘malu bertanya’ itulah yang membuat orang tersebut kesulitan memecahkan permasalahanya. Akhirnya orang itu akan mencari jawaban dengan caranya sendiri yang berujung pada stress.

Stress bukan hanya karena seseorang terkena tekanan batin atau adanya penyakit ya. Sulitnya memahami masalah juga memicu terjadinya stress. Padahal jika kita mau bertanya banyak sekali manfaat yang di dapat,  salah satunya dapat meningkatkan kreativitas.

baca juga : cerita singkat tentang sastra dan tulisan

Definisi Cerita Menurut Saya

Dulu, waktu masih SMA kelas 3 sudah biasa kan siswa itu sibuk mempersiapkan masa depan selanjutnya. Memilih kampus, jurusan, hingga menghubungi kakak tingkat di kampus incaranya. Termasuk juga saya.

Ketika saya mau daftar SNMPTN (jalur undangan masuk perguruan tinggi), saya bener-bener bingung dan enggak tahu sama sekali apa jurusan yang harus saya ambil.

Ketika dilanda kebingungan yang luar biasa, temen saya memberi saran untuk menghubungi kakak tingkat yang dekat dengan dia. FYI, saya anaknya enggak jago sosialisasi.  Engga suka sok kenal. Apalagi ngajak bicara orang baru. So, inilah yang mempersulit saya untuk berkembang.

Saat itu, saya tidak langsung chat kakak tingkat itu melalui whatsapp karena mau gimana lagi ya. Bingung mau tanya gimana, buka percakapannya gimana, terus waktu yang tepat juga jam berapa.

Setelah 3 hari baru saya menghubungi dia, itupun tidak langsung dijawab. Baru satu hari kemudian di jawab, “waalaikumsalam”.

Udah dijawab, saya lanjut ke pertanyaan selanjutnya. Karena berhubung saya kudet banget, jadi pertanyaanya sangat mendasar  yaitu trik apa agar bisa lolos SNMPTN. Maksudnya disini, memilih jurusan yang tepat sesuai dengan prestasi saya sebelumnya.

Pesan ini tidak dijawab serta merta, nunggu keesokan hari baru dibalas singkat, “ya belajar dek

Jawaban itu sebenarnya sudah membuat saya malas bertanya lagi, tapi temen saya bilang kalo hal itu lumrah. Mungkin dia (kakak tingkat) tidak paham dengan pertanyaan itu.

Okelah, saya chat lagi. Saya bertanya mengenai jurusan yang diambil kakak tingkat itu dan seberapa besar prospek kerja untuk jurusan itu.

Tidak seperti sebelumnya yang harus nunggu satu hari kemudian beru dibalas, dia balasnya setelah 10 menit. Jawabanya gini, “maaf ya dek, aku tahu maksud kamu. Aku dulu juga kayak kamu menghubungi kakak tingkat. Tapi kamu juga tahu kan kalau mahasiswa itu sibuk? Sekarang aku sibuk banget.

Membaca sederet pesan itu, bukan pertanyaan saya terjawab, malah ada tambahan  pertanyaan lagi. Apa saya salah ngomong? Apa saya kebanyakan bertanya (kalau opsi ini kayaknya salah deh, kan saya baru tanya sekali) atau karena waktunya tidak sesuai?

Sejak saat itu, saya tidak berani menghubungi kakak tingkat itu lagi atau bahkan siapapun.  Baru setelah saya dinyatakan masuk salah satu kampus di Indonesia, saya menghubungi kakak tingkat yang rumahnya masih satu kecamatan sama saya, dia juga kakak kelas SMA. Saya bertanya mengenai jurusan kami (saya sama kakak tingkat itu), materi apa saja yang sulit di semester awal, hingga saya berniat untuk bertanya mengenai tugas-tugas nantinya.

Lagi-lagi jawaban yang saya terima sama. Tidak menyejukkan hati.

baca juga : apakah aku hanya pemimpi?

Dari pengalaman itu, sebenarnya bukan karena saya mau membahas perlakuan mereka yang mungkin membuat saya phobia untuk bertanya kepada orang yang baru dikenal. Tetapi lebih dari itu, saya hanya ingin mengajak untuk lebih punya perhatian kepada orang lain. Jika ada orang yang bahkan tidak kita kenal bertanya, kenapa tidak kita jawab dengan baik? Jikapun itu yang ditanyakan adalah pengetahuan. Kenapa tidak kita share ilmu yang sudah kita miliki? toh, jika ilmu yang kita miliki dibagikan kepada orang lain, ilmu itu tidak akan habis bukan?

Kebiasaan ini yang masih sulit diterima beberapa orang, malas menjawab pertanyaan. Bahkan sensitif dengan pertanyaan yang berkaitan dengan ilmu, pelajaran sekolah, tugas kampus, ilmu berbisnis, cara berorganisasi dan masih banyak lagi.

Hal ini bukan omong kosong, karena secara langsung saya sering mengalami semasa di SMP dan SMA. Bagi para siswa, senjata ter--ampuh adalah peringkat. Untuk mendapatkan peringkat atas harus belajar dan berusaha unggul dari para kompetitor. Oleh karena itu, mindset kami (baca : para siswa) menganggap kalau ilmu atau informasi baru itu sebuah rahasia besar. Kalau ada orang lain yang tahu sama saja kita siap-siap kalah atau siap-siap belajar lebih giat lagi.

Well, saya tidak bicara untuk semua siswa, ya. Hanya siswa-siswa tertentu, termasuk saya sendiri. Saya akui, semasa SMP sikap children  sepenuhnya saya kuasai. Untuk menjadi siswa yang terbaik, saya sangat egois. Enggak mau tuh gabung sama anak-anak lain, maunya hidup sendiri. Khas deh sama introvert. Enggak di kelas, jam istirahat, extrakulikuler saya sendiri. Rasanya tuh enggak nyaman banget kalau kumpul-kumpul ‘sok deket’ sama anak lain. Yang saya takuti kalau mereka pura-pura deket karena nanti pasti mau minta tolong, ngasih contekan. Duhh, sering banget ini.

Namun, semakin tumbuh dewasa. Sikap itu berubah saat saya memasuki kelas 8. Saya jauh lebih leluasa karena tidak mikir lagi yang namanya ‘saingan’. Dan berbagi ilmu di kelompok kecil itu jauh lebih menyenangkan dari pada hidup seorang diri yang hanya ditemani buku-buku kusam.

Ketika saya sudah mulai berubah dan berusaha terbuka. Malah giliran saya yang mendapatkan perilku dari teman-teman saya yang memiliki notebene ‘siswa unggul’. Meskipun begitu, saya tidak ingin kembali lagi seperti dulu yang ‘pelit ilmu’. Lebih enak belajar bareng-bareng dan meskipun di cuekin oleh siswa unggulan, ya tetep bareng-bareng. Enak deh pokonya, kalau bisa keluar dari zona nyaman.

Lanjut ke topik awal.

Definisi Bertanya Yang Sebenarnya Versi Theroompublic

Dari semua orang yang bersikap kurang nyaman saat proses bertanya, masih banyak juga orang-orang yang sangat baik. Baik banget. Mau membagi resep kesuksesan mereka, seperti Teh Ani Berta dan juga Mas Ardan, juga kakak tingkat saya, Mbak Leonny dan Mas Ubay.

Orang-orang yang memiliki wawasan luas lah yang tidak akan pernah mau menyimpan ilmunya untuk dirinya sendiri, justru berusaha memperkaya ilmu itu dengan membaginya bersama orang lain. Banyak kisah memang yang harus diambil benang merahnya, seperti bahwa ilmu bukan ditimbun melainkan disebar.

Saya juga lebih memahami arti bertanya yang sebenarnya, bahwa bertanya itu karena tidak tahu. Dan dengan bertanya saya lebih tahu.



Untuk itu membiasakan diri dengan bertanya sangatlah penting. Jika masih ragu dengan ‘kekuatan’ bertanya, saya ingatkan lagi tentang kisah Isaac Newton, yang memulai penjelajahan ilmu pengetahuannnya dengan mempertanyakan apa yang di lihatnya: Mengapa buah apel selalu jatuh ke tanah? Mengapa planet bergerak mengitari matahari?, Mengapa satelit tidak jatuh ke permukaan bumi?

So, jangan ragu lagi untuk bertanya ya. ^_^

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

TPA Pakusari - Tempat Mencari Rasa Syukur

Kali pertama aku mengunjungi tempat pembuangan sampah akhir (TPA) di Kabupaten Jember, tepatnya di Kecamatan Pakusari. Pusat pembuangan sampah di kabupaten jember. Dari jarak jauh tentu saja sudah tercium bau menyengat sampah, aku kira tempat itu bakal sangat kotor dan tidak terurus. Ternyata setelah melewati pintu masuk, di halaman utama sangat bersih, ada beberapa tanaman bunga maupun pohon juga tak lupa berbagai hiasan yang terbuat dari botol bekas. Sebelum masuk ke lokasi gunungan sampah, kami--aku dan kedua temenku meminta ijin kepada pengelola TPA. Cukup lama berdiskusi akhirnya kami diberi izin untuk masuk sekaligus mengambil dokumentasi. Aku sangat exited menelusuri TPA itu, mungkin memang sedikit terganggu dengan bau sampah yang menyengat. Tapi saat itu masih dalam keadaan pandemi. Sehingga tidak terlalu banyak orang serta kami mematuhi protokol kesehatan, salah satunya menggunakan masker berlapis. Yaps, bau sampah tidak terlalu menusuk hidungku jadi aman sih. Doc. Pribadi Jar

New Year and New Post

2021. Tahun lalu banyak sekali yang berharap, “Semoga tahun depan pandemi segera berakhir.” Dan ternyata hingga saat ini pandemi belum berakhir, sekolah masih secara daring, penerapan social distancing juga masih diberlakukan bahkan dari kabar terbaru mudik juga dilarang. Meskipun demikian, vaksinasi di Indonesia sudah berjalan sejak bulan Januari lalu. Hanya saja memang butuh waktu yang cukup lama untuk menyelesaikan pemberian vaksin ini. Well, Apa Kabar? Bagaimanai tahun 2021 setalah hampir 4 bulan? Sudah siapkah menjalani Ramadhan? Semoga selalu sehat dan baik-baik saja ya. Banyak banget sebenarnya pertanyaan yang ingin saya ajukan, tapi lain kali saja. 1 Januari lalu, tidak ada yang bisa saya ceritakan. Di awal tahun yang seharunya penuh perayaan, tahun ini memang beda banget. Segelintir orang yang masih merayakan tahun baru, misal saja tetangga depan rumah yang mengundang teman-temannya untuk sekedar mengadakan pesta kecil. Tidak ada lagi kembang api bersahutan di setia

KKN DESA ROWOINDAH

 KKN DI DESA YANG JARAKNYA 1 JAM DARI JANTUNG KOTA JEMBER 1 september lalu saya memulai magang atau sebut saja KKN (Kuliah Kerja Nyata) di Desa Rowoindah Kabupaten Jember. Magang selama satu bulan dengan fokus utama kami membuat 5 program diantaranya pengambilan data, pelatihan kader posyandu, penyuluhan ibu hamil, penyuluhan balita, demo masak, dan rumah binaan. Saya kira kami hanya menjalankan magang untuk menggugurkan tanggung jawab sebagai mahasiswa, namun saya menyikapi 1 bulan tersebut sebagai kegiatan mempelajari arti kehidupan. Sangat berlebihan, bukan? Tidak, karena ketika saya baru datang di desa tersebut rasanya biasa saja. Seperti halnya desa lain yang warga desanya ramah dan welcome terhadap pendatang baru. Akan tetapi, setelah pengambilan data yang dilakukan selama 2 hari saya terus terusan merenung. Apa yang saya lihat di awal ternya tidak sesuai dengan keadaan warga desa. Semakin kami menelusuri Desa Rowoindah untuk mencari data kami semakin belajar banyak hal