Kenapa aku nggak
bisa jadi youtuber?
Kenapa aku nggak
bisa jadi influencer?
Mungkin itu
secuil dari pertanyaan yang sering muncul di dalam benak kita, atau bahkan
sampe bener-bener di ucapkan. Merasa frustasi, merasa payah, merasa Tuhan tidak
adil.
Benar.
Terkadang kita
tidak bisa menilai diri kita, bahkan itu tugas yang sangat sulit. Kita berusaha
untuk menjadi orang lain, dengan mengabaikan diri kita sendiri. Misal ingin
jadi youtuber karena gaji gede dan bisa dikenal banyak orang. Tapi semakin
berusaha kita menjadi youtuber, akan semakin sulit menjalaninya.
Lalu siapakah aku
sebenarnya? Aku adalah kamu atau aku adalah mereka?
Pertanyaan yang
belum ada jawabanya kali, ya? Aku juga seperti itu, ketika aku melihat youtuber
muda yang keren dan very creative. Aku
merasa tua tak berguna, aku ingin jadi mereka atau setidaknya seperti mereka. Dari
situ, aku mulai bertindak nih ikut-ikutan jadi youtuber. Tapi semakin aku
mencoba malah semakin tercekik pula aku, yang artinya aku tidak bisa melakukan
hal itu.
Pertanyaan diatas
erat kaitanya dengan pencarian jati
diri. Jati diri, itulah yang sebenarnya kita cari sejak masih SMP. Masih ingat
pelajaran BK (Bimbingan Konseling). Ya! Salah satu mata pelajaran yang membahas
mengenai masa remaja yang salah satunya remaja itu selalu mencari jati diri.
Hlo, tapi aku bukan remaja lagi, Usiaku sudah 20
tahun tapi kenapa aku masih belum bisa menentukan siapa aku?
Salah satu pertanyaan
yang sering aku dengar. Tahukah, Readers? (aku panggil readers saja ya, biar
enggak kayak orang pacaran manggilnya aku kamu hahaha) usia remaja itu bukan
hanya 10-15 tahun, hlo. Ada penggolongan
tersendiri pada usia remaja. Penggolongan remaja menurut UNICEF (2005), Remaja awal (10-14 tahun), Remaja pertengahan (14-17 tahun), dan Remaja akhir
(17-21 tahun) .
Nahh, kan. Usia 20
masih tergolong remaja yang artinya readers masih dalam proses mencari jati
diri. Proses pencarian jati diri itu diawali dengan sikap coba-coba. Ya, kayak
aku tadi coba-coba jadi youtuber, ehhh
taunya tercekik L.
Menurutku nih ya,
tidak ada salahnya kok readers belajar coba-coba (asalkan yang positif ya) toh
engga ada salahnya menentukan siapa readers sebenarnya. Tapi yang perlu digaris
bawahi, jangan sampai terlalu berambisi ya, karena itu malah membawa kita ke
jalan yang tidak sesuai.
Lalu ada lagi pertanyaan:
Kenapa aku kuliah
di swasta?
Kenapa aku harus
kerja beginian?
Kenapa aku
biasa-biasa saja?
Masih nih banyak
orang yang bisa mengartikan pertanyaan itu seperti rasa kurang bersyukur. Terus
apa kaitanya sama jati diri?
Sebenarnya,
pertanyaan “kenapa ” sering muncul saat rasa gundah, khawatir dan kecewa itu datang.
Orang dewasa dengan remaja memiliki impuls penerimaan yang berbeda karena
dipengaruhi oleh cara berfikir. Ya! Remaja tergolong sangat sensitive apalagi
kalau ada sedikit masalah pasti sudah mempengaruhi mental psikisnya.
baca juga: berbicara tentang tahta dan kemegahan
Proses pencarian
jati diri bisa disamakan dengan besi yang ditempa. Ketika proses tersebut
berlangsung dan readers tidak bisa mengontrol diri, yang muncul hanya
pertanyaan “kenapa”, bukan lagi pertanyaan “Bagaimana”. Jati diri inilah yang sebenarnya harus
dibentuk kuat layaknya besi yang ditempa agar semakin mudah dibentuk. Intinya,
pembentukan jati diri inilah yang akan menentukan, Siapakah anda sebenarnya.
Ngomong panjang
lebar mana nih intinya? (duhh, ciri-ciri
pertanyaan ngegas ini hahah)
Jadi, untuk
mencari jati diri paksakan untuk kenali siapa sebenarnya anda? Kenali dulu
dimana ada rasa nyaman ketika anda melakukanya? Apakah anda mampu melakukan
itu? (serius nih aku haha)
Saran nih ya, jangan
terlaliu serius saat proses pencarian jati diri berlangsung. Buat semua seperti
permainan petak umpet, dimana kadang kala readers harus mencarinya meskipun
sampai di ujung tembok cina ya.
Semangat ^_^
baca juga: apakah aku hanya pemimpi?
Komentar
Posting Komentar