Ilmu adalah harta yang tidak akan pernah habis
“Tuntutlah ilmu hingga ke Negeri Cina”
Sejak aku mulai
masuk ke Sekolah Dasar. kata mutiara di atas tertempel di dinding kelas bercat
putih yang sudah membaur dengan debu. Dulu aku berfikir, negeri Cina itu
seperti apa? Kenapa aku harus mencari ilmu sampai kesana? Apakah jauh dari
Indonesia?
Banyak sekali
pertanyaan yang terlintas dan juga jawaban yang aku karang sendiri, Seperti mungkin
negeri Cina punya standar pendidikan yang tinggi? Atau mungkin negeri Cina
adalah negeri terkaya? Kali aku baru menemukan jawaban yang sebenarnya dari
kata mutiara itu. Bahwa jangan berhenti menuntut ilmu karena ilmu adalah harta
yang tidakk akan pernah habis dan tidak akan bisa di curi.
Aku lahir sebagai
generasi milenial atau bisa di sebut generasi
Z, dengan sikap sopan santun yang kurang (aku sering mendengar dari
pengakuan orang tua). Aku tidak akan menyangkal, bahwa tata krama sudah mulai
luntur seiring dengan perubahan generasi karena aku merasakanya. Sebagai salah
satu anggota keluarga yang menempuh pendidikan tertinggi di keluargaku,
terkadang aku bersikap sembrono
kepada orang yang lebih tua dariku. Aku sering kali ‘menggurui’ mereka karena menurutku aku lebih berpengetahuan. Hal
yang aku kira benar, ternyata salah di mata orang-orang disekitarku. Aku
dianggap tidak sopan, sok tahu atau bahkan menentang para orang tua.
Sederhana saja,
tujuanku mencari ilmu adalah untuk membagikan ilmu itu kembali. Karena aku
sudah salah membagi ilmu ke orang yang lebih tua dariku ’dengan caraku’, maka aku banting stir. Kegemaranku dalam dunia
biologi terutama biotani, membuatku
terpikat untuk terus bereksperimen. Aku mencoba ilmu hibridisasi, lebih tepatnya perkawinan silang tanaman. Adanya tanaman buah naga di samping rumah, aku
jadikan sasaran untuk eksperimen yaitu menyilangkan buah naga merah berasa
manis dengan buah naga putih berbiji sedikit. Hasilnya sangat memuaskan, dari
persilangan tersebut aku menghasilkan buah naga manis berbiji sedikit, sesuai
dengan perhitungan.
Selain itu, aku
juga mencoba teknik stek bunga
bougenvile. Di dalam satu pot bunga bougenvile merah, aku gabung dengan 5 bunga
bougenvile berwarna kuning, ungu, putih, merah kecoklatan dan pink. setelah
teknik stek cukup sukses, aku kembali bereksperimen menggunakan bunga mawar 1
pot dengan tiga warna yaitu, merah, putih dan kuning. Hasilnya juga memuaskan.
Kegiatanku tadi
ternyata mengundang perhatian di lingkunganku. Banyak ibu-ibu yang berdatangan
untuk belajar cara persilangan dan memperbanyak tanaman atau membuat
warna-warni bunga di satu tanaman. Ternyata cara seperti ini cukup efektive
untuk membagi ilmu yang sudah aku dapatkan semasa SMP, bukan dengan menggurui
tetapi lebih mencontohkan.
Bekal ilmu memang
tidak ada habisnya jika harus diceritakan semua, tapi yang perlu di perhatikan
adalah cara terbaik untuk membagi ilmu itu kepada orang lain. Ada beberapa
point yang harus diperhatikan dalam membagi ilmu.
Point penting
yang pertama adalah ketahui siapa yang sedang kita hadapi. Apabila orang itu
lebih tua atau memiliki jabatan yang lebih tinggi dari kita, gunakan cara
seperti yang aku lakukan. Dengan artian tidak perlu menggurui terlalu
berlebihan.
Point kedua yang
tidak boleh ketinggalan, usahakan ilmu yang akan di bagikan tidak melanggar
hukum, agama maupun tatatan.
Point ketiga yang
merupakan terakhir, ilmu yang akan di bagikan harus benar-benar kamu kuasai.
Sehingga nantinya tidak akan ada kesalah pahaman.
Komentar
Posting Komentar